Artikel ke-1.395
Oleh: Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Peristiwa dahsyat itu telah berlalu 18 tahun lalu. Musibah gempa bumi dan gelombang tsunami di wilayah Aceh (Ahad, 26 Desember 2004), sungguh luar biasa dahsyatnya. Bencana ini sangat mengerikan, diluar bayangan manusia.
Sekitar 226 ribu orang menjadi korban musibah tersebut. Bencana itu datang begitu mendadak. Ahad, pagi hari, tiba-tiba saja, bumi bergoyang. Sekitar setengah jam kemudian, datang serangan ombak yang sangat dahsyat.
Ada yang menyebut ketinggiannya sekitar 10-20 meter dengan kecepatan ratusan kilometer perjam. Berbagai cerita pilu terdengar. Banyak yang kehilangan – bukan hanya keluarga – tapi juga seluruh sanak famili. Bahkan, tidak sedikit yang seluruh kampong halamannya musnah.
Dalam sejarah Aceh, inilah bencana alam terbesar yang pernah mereka alami. Maka, saat ini, kewajiban kita adalah membantu meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita yang menjadi korban musibah dahsyat itu, sesuai dengan kemampuan kita.
Bagi kaum muslim, musibah Aceh itu telah menjadi pelajaran berharga. Bukan hanya itu! Bencana Aceh tahun 2004 itu terbukti telah menghentakkan banyak umat manusia. Dengan bencana tsunami inilah, banyak kaum Muslim tersadarkan.
Ketika itu, banyak yang kemudian enggan melaksanakan pesta pora di malam tahun baru 2005. Perdana Menteri Malaysia secara tegas meminta acara-acara malam tahun baru dibatalkan, dan digantikan dengan acara doa. Maka, banyak acara pesta pora dibatalkan.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Din Syamsuddin, mengimbau kepada masyarakat untuk membatalkan acara-acara Tahun Baru yang bersifat hura-hura. Hal ini disampaikan dalam acara muhasabah yang digelar MUI di Masjid Al-Azhar Jakarta, Selasa (28/12/2004).
''Khususnya umat Islam, agar membatalkan acara hura-hura dan suka cita. Terutama acara yang membutuhkan dana yang besar. Sementara dananya lebih baik dikumpulkan dan disumbangkan,'' tuturnya.
Hal senada diungkapkan KH Abdullah Gymnastiar. Bagi masyarakat yang hendak merayakan Tahun Baru, kata Aa Gym, hendaknya menghindari acara yang penuh dengan hura-hura dan glamour. Aa Gym mengingatkan bahwa musibah di Aceh merupakan peringatan bagi bangsa Indonesia untuk berintrospeksi diri, betapa lemahnya manusia.
Begitulah yang terjadi dengan Perayaan Tahun Baru setelah Musibah Aceh yang dahsyat itu. Tentu, kita sepakat, bahwa pesta pora menyambut perayaan tahun baru yang berlebihan sepatutnya memang tidak dilakukan. Apalagi, begitu banyak kondisi rakyat yang masih bergulat dalam kesusahan.
Menghentikan pesta pora tahun baru tidak perlu menunggu dijatuhkannya musibah dahsyat seperti gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004. Kondisi negeri kita masih belum seperti dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Lanjut baca,