Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sesuai amanah UUD 1945 pasal 31 (3), sepatutnya bangsa Indonesia berlomba-lomba membangun peradaban taqwa di bumi Nusantara ini. Sebab, perintah dalam konstitusi kita itu begitu tegas: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia…”
Sangat tegas dan jelas! Taqwa adalah buah ibadah Ramadhan yang ikhlas dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata “Taqwa” bukanlah kata biasa. Kata ini mudah diucapkan tapi sangat tidak mudah diaplikasikan.
Kata “taqwa” inilah yang telah mengubah bangsa Arab, dari bangsa yang dipandang rendah, menjadi bangsa yang hebat. Di zaman kebodohan (jahiliyah), bangsa Arab memiliki cara pandang yang salah terhadap kemuliaan. Karena itu, mereka menjadi bangsa yang rendah. Saat itu, mereka memandang dan menyikapi serta memuliakan seseorang, hanya berdasarkan aspek materinya saja. Orang dimuliakan karena banyak harta, banyak pengikut, kepandaian menghibur, keturunan bangsawan, dan lain-lain.
Rasulullah saw membawa pesan wahyu tentang taqwa yang mengubah cara pandang bangsa Arab dan umat manusia yang memeluk Islam. Cara pandang taqwa ini memuliakan seseorang dari segi ketaqwaan bukan dari segi kekayaan, ketampanan, atau keturunan.
Nilai kemuliaan yang baru ini berbasis pada konsep: “inna akramakum ‘indallaahi atqaakum.” (QS 49: 13). Mulai dari sinilah, kemuliaan tidak lagi dinisbatkan pada Abu Lahab dan Abu Jahal, melainkan kepada Ammar bin Yasir, Bilal bin Rabah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, dan orang-orang yang beriman lainnya.
Lihat juga QS Ali Imran: 139. Bahwa: “Janganlah kalian merasa hina dan janganlah kalian berduka cita, karena kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kalian beriman.”
Berdasarkan konsep inilah Rasul saw mendidik para sahabatnya menjadi orang yang bertaqwa, yang bukan hanya pintar. Rasul dan para sahabat berhasil menjadikan bangsa Arab dan Negeri Madinah khususnya, menjadi negara adidaya yang mampu mengalahkan bangsa superpower, yang punya banyak pengalaman perang, dan yang jumlahnya 10 kalinya dari kaum muslimin, yaitu pasukan Romawi (dalam perang Yarmuk).
Allah telah firmankan dalam surat QS Al-Anfal ayat 65: “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”
Jadi, ketika kata “Taqwa” dijadikan sebagai asas dan tujuan pembangunan masyarakat dan bangsa, maka masyarakat dan bangsa itu akan menjadi masyarakat dan bangsa yang unggul dalam seluruh aspek kehidupannya. Keberhasilan Rasulullah saw itu memang sudah memenuhi aspek syariat sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 96: “Kalau sekiranya satu penduduk beriman dan bertaqwa pasti akan Aku kucurkan keberkahan dari langit dan dari bumi.”
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mewujudkan-peradaban-taqwa-di-indonesia