Oleh: Adnin Armas
(Alumnus ISTAC-IIUM)
Diantara kaum Orientalis ada yang biasanya dianggap memiliki simpati dan empati terhadap Islam. Contohnya adalah Montgomery Watt, Wilfred Cantwell Smith, Karen Amstrong, Jacques Waardenburg dan beberapa lainnya. Montgomery Watt dianggap simpati karena dia secara pribadi percaya Muhammad adalah seorang nabi. Dia bahkan menyeru kalangan Kristiani untuk menerima fakta tersebut. Disebabkan Muhammad adalah seorang nabi, maka bagi Watt, al-Quran seharusnya diterima sebagai berasal dari Ilahi. (Watt, Muhammad at Mecca, x).
Tapi, sekalipun bersimpati terhadap Islam, pemikiran Montgomery Watt tetap perlu dianalisis secara kritis. Ia menolak ucapan “Allah berfirman.” Ia mengusulkan ucapan tersebut diganti dengan ucapan, “al-Qur’an menyatakan atau menyebutkan.” Baginya, pernyataan seperti ini untuk menghindari persoalan apakah al-Qur’an adalah Kalam Ilahi atau tidak.
Orientalis lain bahkan merumuskan metodologi yang empati dalam pengkajian Islam. Waardenburg, Orientalis asal Belanda, misalnya, menggunakan pendekatan sistem signifikansi (signification system). Dia sangat menyadari ketidakadilan yang telah dilakukan para Orientalis ketika meneliti Islam.
Menurut Waardenburg, Islam seharusnya dikaji melalui prinsip-prinsip dan standarnya tersendiri. Waardenburg percaya “metodologi empati” sebagai metodologi yang paling akurat karena empati kepada keimanan dan keyakinan Muslim. Baginya, data yang memiliki makna dan signifikansi keagamaan seharusnya dikaji dalam perspektif kaum Muslimin. Bukan dalam perspektif orang luar, sebagaimana yang sering dilakukan oleh para sarjana Non-Muslim, pada umumnya.
Menurut Waardenburg, banyak sarjana non-Muslim yang melakukan ketidak-adilan kepada studi Islam. Sebagai alternatif, Waardenburg mengusulkan pendekatan sistem signifikansi (a signification system), atau jaringan tanda-tanda (a network of signs) atau sistem tanda yang agamis (a religious sign system). (Muslim as Actors: Islamic Meanings and Muslim Interpretations in the Perspective of the Study of Religions, 40-50).
Bagi Waardenburg, pendekatan sistem signifikansi (a signification system) adalah pendekatan yang lahir dari keinginan untuk memahami Islam dengan cara yang ilmiah, deksriptif, dan berlaku adil kepada kaum Muslimin. Pendekatan ini menawarkan bingkai yang deskriptif untuk mengeksplorasi melalui data faktual makna Islam dan unsur-unsurnya kepada kaum Muslimin. Menurutnya, pendekatan ini bermakna bagi kaum Muslimin.
Waardenburg juga percaya pendekatan sistem signifikansi memiliki banyak kelebihan. Pertama, pendekatan itu akan menghindari konsep-konsep Barat yang imperialistik, asing dan berseberangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Kedua, pendekatan ini positif karena berjalan sejajar dengan fokus kepentingan kaum Muslimin. Ketiga, pendekatan ini dapat menggiring kepada wawasan yang lebih baik dalam memahami pola-pola makna dalam fikiran dan perbuatan di dalam komunitas Muslim. (Lihat: Scholarly Approaches to Religion, Interreligious Perceptions and Islam, 445).
Lanjut baca,