Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 19 April 2021, situs berita www.tempo.co memuat berita dengan judul cukup provokatif: "Dosen Dan Mahasiswa UI Tak Lagi Mau Belajar Tatap Muka". Menurut berita itu, dari total responden mahasiswa UI sebanyak 18.923 orang, yang memilih opsi KBM Bauran (Kegiatan Belajar Mengajar sistem Blended Learning), sebanyak 9.083 (48 persen); yang memilih KBM daring (online) penuh, sebanyak 5.298 (28 persen); dan yang memilih pembelajaran tatap muka penuh hanya 4.542 (24 persen).
Sedangkan survei terhadap para dosen UI, dari 1.610 responden yang mengisi, 982 responden (61 persen) memilih blended learning; yang memilih pembelajaran daring penuh sebanyak 483 responden (30 persen); sedangkan yang memilih pembelajaran tatap muka penuh hanya dipilih oleh sisanya (9 persen).
Berdasarkan data tersebut, bisa dikatakan, bahwa sebagian besar dosen dan mahasiswa UI lebih memilih belajar secara daring, ketimbang belajar tatap muka. Sebab, dalam sistem blended learning, biasanya porsi belajar online mencapai sekitar 75 persen. Mahasiswa hanya datang ke kampus sebanyak tiga kali dalam satu semester, yaitu saat kuliah perdana, dan dua kali ujian.
Situasi yang dihadapi oleh dosen dan mahasiswa UI seperti itu sudah diperkirakan oleh berbagai pihak. Karena itu dunia Pendidikan Tinggi Indonesia sudah harus bersiap-siap menyongsong perubahan besar. Harus ada perubahan berpikir yang mendasar.
Dalam buku Era Disrupsi: Peluang dan Tantangan Pendidikan Tinggi Indonesia terbitan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) tahun 2017 dikatakan, bahwa di era disrupsi telah terjadi perubahan yang mendasar dengan pergeseran fokus dari guru dan dosen ke siswa dan mahasiswa. Pasar pendidikan akan mengalami 'banjir bandang'. Suka tak suka, akan terjadi perubahan pemikiran secara fundamental dan revolusioner dalam peran dosen dan mahasiswa. Sebab, ada pemangku kepentingan (stakeholder) lain yang menentukan arah perkembangan.
Menurut buku ini, Massive Open Online Courses (MOOCs) yang gratis dan sejenisnya akan makin luas dan mengubah permintaan jenis dan metode pembelajaran. MOOCs mengubah pola pembelajaran di Perguruan Tinggi secara mendasar. MOOCs memungkinkan seseorang belajar sendiri; mencari informasi sendiri; menentukan sendiri apa yang dipelajari; sesuai jadwalnya sendiri.
Para mahasiswa -- sebagai konsumen pengetahuan -- tidak harus mendaftar pada satu sumber satu Perguruan Tinggi saja. Ia bisa memilih sumber belajar yang makin banyak dan tidak terbatas pada komunitas, kota, dan bahkan negara sendiri. Sebab, MOOCs meruntuhkan batas-batas tempat belajar. MOOCs juga tidak membatasi umur seseorang untuk belajar. Bahkan memungkinkan belajar sepanjang hayat (life-long learning).
lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/setelah-dosen-dan-mahasiswa-ui-pilih-kuliah-online