Artikel Terbaru ke-1.961
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Lembaga negara sekaliber Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) -- yang mengeluarkan peraturan melarang penggunaan jilbab bagi Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) putri – mendapat kritikan tajam dari berbagai pihak. Akhirnya, BPIP mengubah kebijakannya dan mengijinkan paskibraka putri mengenakan jilbab saat pengibaran bendera saat Upacara Kemerdekaan 17 Agustus 2024, di IKN.
Kebijakan BPIP itu bukan hanya mengejutkan, tetapi juga menyulut kemarahan umat Islam se-Indonesia. Kebijakan itu pun mengherankan, karena bertahun-tahun sebelumnya penggunaan jilbab oleh paskibraka putri sudah menjadi hal yang biasa, dan tidak bermasalah.
Karena itulah, umat umat Islam dan bangsa Indonesia patut sangat prihatin dengan BPIP. Pada 15 Agustus 2024, MUI dan puluhan Ormas Islam meminta Presiden mencopot Kepala BPIP. BPIP dinilai tidak menghormati keyakinan umat Islam yang memandang pengenaan jilbab (menutup aurat) sebagai satu bentuk ibadah yang diyakini wajib dilaksanakan.
Jadi, BPIP saja masih bermasalah dalam pemahaman terhadap Pancasila. Bagaimana dengan sekolah-sekolah, pesantren dan kampus-kampus kita? Apakah para guru dan dosen di lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah memiliki pemahaman yang benar tentang Pancasila?
Pertanyaan itu harus dijawab. Jangan sampai para pelajar, santri, dan mahasiswa muslim menjadi korban dari pembelajaran yang salah tentang Pancasila. Kesalahan memahami Pancasila dapat memicu tumbuhnya dua sikap ekstrim.
Pertama, ekstrim kiri liberalisme dan sekulerisme. Pancasila ditempatkan sejajar dengan agama. Pancasila dijadikan sebagai alat untuk menggusur peran agama dalam kehidupan. Para pelajar di sekolah diajarkan bahwa Pancasila mengandung ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang mungkin saja berbeda dan bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Misalnya, seorang muslim di Indonesia bisa dikatakan sebagai “Pancasilais sejati” selama dia tidak korupsi, rajin bayar pajak, dan tidak mengganggu ketertiban umum. Meskipun, pada saat yang sama, ia tidak melaksanakan shalat lima waktu, tidak puasa Ramadhan, rajin mengumbar aurat, berzina, dan bahkan melakukan perbuatan syirik.
Pemahaman Pancasila semacam ini sangat tidak baik bagi pendidikan para pelajar, santri, atau mahasiswa muslim. Seharusnya, setiap muslim yang baik, yang rajin mengamalkan ajaran agamanya, maka ia sekaligus juga merupakan Pancasilais sejati. Pancasila jangan dibenturkan atau dipertentangankan dengan agama. Orang muslim yang baik, pasti ia seorang Pancasilais sejati.
Lanjut baca,