Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Kasus pembuatan kartun Nabi Muhammad saw dan respon umat muslim sedunia yang masih terus terjadi menunjukkan adanya perbedaan worldview (pandangan hidup) yang mendasar antara peradaban Islam dan peradaban Barat. Karena itu, perlu adanya saling memahami “batas toleransi” antara Islam dan Barat untuk mewujudkan tata dunia yang damai.
Demikian antara lain isi Kuliah Ahad Malam yang saya sampaikan pada 1 November 2020, dengan tema: “Kasus Penghinaan Nabi Muhammad saw dan Masa depan Hubungan Islam-Barat.” Kuliah Ahad Malam itu diikuti sekitar 1000 pemirsa, melalui saluran Zoom, FB, dan youtube.
Istilah “batas toleransi” (The limit of tolerance) itu saya ambil dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud. Setiap agama atau peradaban memiliki batas-batas toleransi yang sepatutnya dipahami oleh agama atau peradaban lain. Karena itu diperlukan kajian dan dialog untuk memperkecil benturan antar agama atau peradaban.
Tentang paham kebebasan (freedom), misalnya. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara peradaban Barat dan Islam. Di Barat, freedom dianggap prinsip terpenting. Sampai-sampai menghina Tuhan dan Nabi pun tidak dilarang, karena itu dianggap sebagai dari kebebasan.
Kasus pembuatan film The Last Temptation of Christ, Novel the Da Vinci Code, dan sebagainya, menunjukkan, bahwa ada kebebasan di Barat dalam soal ekspresi keagamaan. Bagi negara-negara Barat, agama dianggap bukan hal penting. Karena itulah, Leopold Weiss (Muhammad Asad) menulis dalam bukunya, bahwa peradaban Barat modern memiliki sifat: irreligious in its very essence.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/islam-barat:-perlu-memahami-batas-batas-toleransi